Ketika rembulan menyembul malu-malu dari balik mega malam menampakkan putih sinarnya yang khas, dia membaurkan terangnya sangat menawan berhiaskan pesona gupita.
Di waktu yang sama ketika ibu terkantuk-kantuk menyanyikan lagu biyung dan si kecil menetek manja di kelonannya, lelaki paruh baya yang menulis surat dinas dengan percikan tinta di dasi merah marunnya, atau sepasang kekasih yang beradu kemesraan di atas rumput basah berteman sapuan dingin angin malam, memandang rembulan.
Sepasang kekasih itu bersahabat, yang gadis terlihat idung menyandarkan kepala mungilnya di bahu kekasihnya. Terkadang tawa mereka renyah terdengar membangunkan koloni jangkrik yang sudah lama tertidur.
Sesaat sepasang kekasih itu terdiam, bukan tak ingin berkata, tapi berbisik dengan suara hati hanya saling memandang kemudian tertawa, pandangan itu terpecah seketika dan rona-rona merah mencuat di pipi kanan-kirinya. Dan ketika sepasang mata kasmaran itu beradu, tawa itu lagi-lagi terbentuk dengan bahasa hati yang tak diketahui olehku atau siapapun yang memandang. Tapi tanpa tanda apa pun semua akan menyadari ada benih-benih cinta yang menjembatani keduanya.
Waktu ketika jarum jam telah lama melewati angka dua belas muda-mudi itu masih asyik mengadu tatap mesra, sesekali mendendangkan lagu-lagu bahagia dan tentu saja... tertawa.
Tak lama keduanya beradu tanya, memberikan pertanyaan-pertanyaan bodoh yang sangat mudah dijawab, dengan sangat yakin, salah satu diantaranya mengungkapkan syair-syair melankolis yang tertanam lama dalam hati, dan ketika pertanyaan itu beruntut terkadang menjadi misteri yang tidak terjawab atau bahkan enggan untuk tersampaikan.
Keduanya diam, memandang jauh ke depan dengan jemari yang bertautan seolah menggabungkan signal dengan harapan pikiran keduanya menyatu dengan sempurna. Hening.
Gadis yang sedari tadi begitu nyaman itu terlelap dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di dalam rongga dadanya, begitu lelah hingga alam bawah sadarnya memutuskan untuk tertidur. Sedang pasangannya menerawang jauh entah ke mana, mungkin antah berantah hingga buliran air mata tak kuasa menghujani kedua pipinya. Dia mencium punggung tangan gadisnya dan bersenandung lirih ... ".... and I don't know why, I can't keep my eyes off of you..."
Dan Rembulan itu mulai lingsir seiring kepergianku dari tempatku duduk, memandangi keajaiban yang Tuhan berikan kapada insannya yang diizinkan untuk memiliki kelembutan hati ... namanya kasih sayang...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar