Selasa, 03 Juli 2012

It's a ... Regret.

Hei, haruskah sesekali aku menangis lagi. Melihat bagaimana raut mereka .. seperti menjauh dari harapan. 
Empat tahun lalu, yaa, empat tahun aku berkutat dengan hal ini. Mendampingi bagaimana perjuangannya.. bagaimana dia sanggup bertahan dengan keterbatasan usia yang diberikan oleh Tuhan. Sempat marah pada Tuhan tentu saja, bagaimana tidak. Ah, sepertinya aku terlalu bangyak menuliskan kata itu... 'bagaimana'.
Benar, di sini banyak sekali menggantung kata itu. Betapa aku harus berterimakasih kepada Tuhan atas apa yang telah terjadi. Sungguh, aku sangat menyayanginya, dengan kerut yang makin lama tampak jelas di wajahnya, dengan bibir tipis yang senantiasa berpihak kepadaku, dengan rambut kering yang akarnya banyak kali tersiram herseptin. Bolehkah aku marah pada Tuhan andaikan aku sangat menyayanginya kini.
Oh God, how can it be so damn ........ confused.
Hari itu ketika aku pernah akan kehilangan dia, aku hanya duduk di tepi ranjangnya, menggenggam jemarinya dan merapalkan doa kepadaNya, 'Tuhan, aku sangat menyayanginya'.
Aku melihat nafas yang sering kali tersengal itu kusia-siakan, aku merasakan peluh yang menetes tanpa ampun itu menguap sia-sia.
Ah, Mah, andai Tuhan tidak memberimu sakit, mungkin aku masih saja melanggar perintahmu. Andai saja Tuhan tidak pernah memperingatkanku dengan mengambil jiwamu, mungkin aku masih sanggup berkata tidak. 
Aku mengiyakanmu, Mah .. aku diam untuk tidak menyakitimu. Aku sungguh meyayangimu, tanpa bisa dituliskan dengan sajak indah manapun di dunia ini. Tanpa sanggup dilukiskan di atas kanvas semahal apapun. Aku ......



Tidak ada komentar:

Posting Komentar