Aku ingat benar, beberapa minggu yang lalu dan entah tanggal berapa, aku bersama dua sahabatku, Yoga dan Zaka, memutuskan untuk makan siang di sebuah foodcourt di sekitar sekolah kami. Menghabiskan waktu untuk sekadar berbincang dan berbagi cerita. Ada juga Broto dan Laras yang kebetulan akan makan siang juga, duduk di meja sebelah kami.
Kami sedang asyik membicarakan sesuatu ketika tak jauh di depanku, aku melihat seorang laki-laki dengan tubuh yang tinggi. Ah, mengingatkanku pada seseorang di masa lalu. Sebut saja namanya Unggas.
Secara tiba-tiba dan entah bagaimana, jantungku berdegub teramat kencang disertai perut yang di dalamnya terasa ada banyak kupu-kupu yang berterbanganmemutar-mutar. Hingga laki-laki itu berputar untuk mengarah pada tempat dudukku, tentu saja tanpa melihat keberadaanku, aku menyadari satu hal : dia adalah bagian dari masa laluku yang teramat berkesan. Ah, tidak tahukah dia jika aku merasakan seperti akan ditenggelamkan di Atlantik.
Mata kami bertumbukan dan dia hanya berdiri ke arahku. Di sampingnya berdiri seorang perempuan yang wajahnya sangat familiar untukku, kakaknya. Aku hanya menatapnya dalam diam, waktu seolah berhenti untuk kami saja. Aku tersentak akan pemikiranku sendiri dan berpaling. Merasakan badanku sangat gerah dan mulai mengoceh tak jelas pada Yoga dan Zaka tentang kejadian yang baru saja berlangsung.
Satu hal yang membuatku menyesal, kenapa lidahku teramat kelu untuk sekadar menyapanya. Aku teramat lupa, bukan terpesona ya, dan membuat pikiranku mungkin tidak berada pada keadaan stabil dan fokus. Aku juga menyesal dia tidak mengingatku. Ya, aku mungkin tidak sama dengan aku tiga tahun lalu.
Aku memutuskan untuk pergi dari tempat itu setelah teramat jengah dengan Yoga dan Zaka yang selalu menggodaku. Aku tidak marah, tapi Ya Tuhan, semoga pipiku tidak merona karena aku dapat merasakan kehangatan menjalar di sana.
Memalukan, ketika aku meminta Broto untuk mengambil fotonya yang duduk di bangku belakangku. Kesalahan! karena broto lupa mematikan flash dan mereka menyadari Broto melakukannya. Ah, kami harus segera beranjak.
Kami memutuskan untuk ke book store dan malangnya untukku yang sudah benar-benar kacau, mereka juga ke book store! yang ku lakukan kemudian adalah berjongkok di balik rak majalah dan pura-pura membacanya. Kesalahannya lagi adalah aku bersama Broto di sana dan semakin menegaskan bahwa kami memang berteman.
Sudah. Aku tertawa sekaligus malu mengingatnya.
Hanya saja aku harus mengucap syukur. Tahu kenapa?
Karena aku sudah berdoa terlalu lama untuk hal ini, aku berdoa untuk bertemu dengannya. Aku sungguh-sungguh berdoa agar kami dipertemukan dan aku akan menerima jika itu hanya sekadar memandangnya dari kejauhan tanpa harus menyapanya. Begitulah doa yang dulu seringkali ku ucapkan.
Tuhan mengabulkannya.
Kau harus tahu, Tuhan selalu mengabulkan doa hambanya di saat yang tepat, percayalah.
Tak lama juga, ayahnya chat aku di facebook dan bertanya kabar. Hal paling mengejutkan adalah ketika ayahnya menyangka bahwa akulah seseorang yang masih sangat dekat dengan Unggas dan yang biasa meluangkan waktu untuk pergi dan bermain bersamanya selama ini. Oh Tuhan, bahkan itu sudah berlalu sejak tiga tahun lalu dan ayahnya mengira kami masih seperti dulu. Aku bahkan tidak mengerti dengan perasaan dan pemikiranku ketika mengetahui hal itu.
Jika kau jadi aku, apa yang kau pikirkan?
You were my hero, my guardian angel, my everything. You were my duckyduck. You were the reason I laugh every-single-day. You were ....
If I had a chance, the last night we met, I would tell you how hard I forget every moment we ever shared.
I would tell yo how precious every word you said.
I would forget the mess you ever did like you forget the mess I did.
I would run into you and embrace you when the world seems uneasy and push you away from your mother or when everything is better.
I would tell you that I've forgive you before you say it.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar