Mungkin sebelumnya aku pernah bercerita tentangnya. Dia adalah Hendry Prasetyo, mantan pacarku beberapa bulan yang lalu. Aku masih ingat jelas bagaimana sesi perkenalanku bersamanya saat itu. Aku menitipkan kunci motorku padanya karena aku ada keperluan tertentu, lalu dia berkata padaku bahwa dia akan menyaguhinya asal aku mau menerima ajakannya untuk berkenalan. Aku menolaknya tentu saja, tapi aku tetap menitipkan kunci itu padanya. Setelah urusanku usai, aku mencarinya untuk mengambil kunciku, dia memberikannya dan menagih sambutan perkenalan dariku, aku masih saja menolaknya. Lalu ketika kami bertemu lagi dalam jangka yang tak terlalu lama dia mengajakku berkenalan lagi, aku tak mau sebenarnya, tapi kekeukeuhanku berubah ketika dia mengataiku ‘sombong’. Jujur, aku tak terima ditantang seperti itu hingga aku menyaguhi perkenalan itu. Aku tahu, namanya Hendry. Bahkan aku masih ingat benar saat itu dia memakai celana panjang abu-abu OSIS dan kaos oblong warna putih, ada jam tangan yang tersemat di tangannya. Yaa, aku masih sangat mengingat sore itu.
Hari-hari berlanjut, tapi aku tak pernah mengobrol dengannya sekalipun kami bertemu. Aku terlalu gengsi untuk mengajaknya ngobrol duluan dan aku pikir aku tidak terlalu berminat dengan sesuatu yang tidak begitu bermanfaat. Tapi hari terakhir itu tiba, saat itu malam ketika dia hendak pulang, kami mengobrol hal sederhana hingga bertukaran nomor telepon. Komunikasipun berlanjut hingga SMS.
Saat itu aku tak menganggap akan ada yang spesial di antara kami, bahkan memimirkannya pun tidak. Saat itu aku sedang dekat dengan seorang teman spesialku, namanya Rastha, anak SMK 5 Yogyakarta yang sering memanggilku ‘sai’. Saat itu aku begitu menyayangi dia, kurasa begitu juga dengan Rastha. Aku dan Rastha sudah jalan sekitar 4 bulan hingga aku memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dekat dengannya jika dia tetap menggantungkanku, saat itu, aku dan dia tak memiliki status apapun. Sebagai gadis normal, aku terlalu lelah menunggu 4 bulan, mungkin karena rasa khawatirku yang berlebihan atas berkembangnya rasa sayangku. Tapi ada salah paham dalam cara penyampaianku terhadap Rastha hingga dia menganggapku berbohong dan kecewa terhadapku, bodohnya aku yang saat itu menggunakan kata rumit hingga dia menyimpulkan berbeda. Aku tak mampu menjelaskan apapun padanya saat itu, mungkin hanya air mata yang dapat menjelaskan betapa aku nyaman bersamanya.
Hari-hariku bersama Rastha lambat laun memudar seiring berjalannya waktu. Aku dan Hendry jadi makin sering bertukar SMS. Suatu sore sekitar jam lima, Hendry mengajakku bertemu. Aku masih ingat benar, saat itu malam tahun baru, tanggal 31 Desember tentunya, dia menembakku di Embung Tambak Boyo. Aku menerimanya dengan senang hati, dia mencium keningku, dan jadilah hari bahagiaku saat itu.
Sebenarnya, aku sedang mengalami hal berat saat itu. Tanggal 29 Desember 2010, tanggal itu tak akan pernah kulupa sampai kapan pun. Saat itu aku pulang dari check up ku di RS Dr. Sardjito, aku berniat untuk jalan-jalan ke Galeria Mall, pulangnya aku mampir ke suatu tempat hingga hal itu terjadi padaku. Hal yang telah mengubah hidupku hingga saat ini, yang sempat membuatku menangis ditiap jamnya dan memutuskan untuk mengakhiri hidup. Namun dia datang, dia akrab dipanggil Rama. Dia datang saat aku sedang menangis, dia menawarkan sebuah ketenangan yang membuatku bebanku sedikit berkurang, tapi dia tetap saja membuatku kalap dengan kedatangannya yang tiba-tiba dan hilangnya yang tiba-tiba juga. Bebanku memang tak akan pernah hilang, tapi setidaknya aku patut berterima kasih padanya karena tanpanya mungkin saat ini aku sedang berada di neraka.
Aku tak pernah mau membahas apapun tentang kejadian saat itu, ini adalah pertama kalinya aku menuliskannya. Sakit rasanya untuk sekedar mengingatnya. Yaa, tapi inilah takdirku yang harus kulanjutkan hingga nanti. Namun biar aku, dia, Rama, dan Tuhan yang tahu. Tak seorangpun lagi.
Hendry membawa warna baru dalam penghujung tahunku saat itu. Dia mampu mengobati sakit hatiku akan Rastha, dia mampu membuatku merasa sedikit lebih berarti karena kehadirannya di hidupku. Yaa, kusadari aku mulai menyayanginya. Aku masih ingat benar awal jalan kami, di Warung Batagor di Jalan Monjali, tepatnya depan Jogja Chicken. Saat itu hujan, dia memaksa untuk menyusulku di sana. Kami basah kuyup. Aku juga masih ingat saat itu dia datang bersama Fajar temannya yang lalu membidik foto-foto kami berdua.
Hari-hari selanjutnya aku menemuinya di depan sekolahnya, di depan PDAM kami sering bercengkrama dan membuat gambar indah di dalam kamera digital yang kubawa. Tentu saja, masa pacaran kami tidaklah semulus yang dibayangkan. Tak jarang aku dan dia bertengkar hebat dan mengundang perselisihan. Dia adalah sosok yang sangat atos dan galak, sedangakan aku adalah tipikal yang paling tidak suka dibentak, aku akan lebih memilih diam jika ada masalah, tapi ketika aku dibentak oleh orang lain, aku akan balik membentaknya. Itulah yang terjadi padaku dan Hendry.
Saat itu aku ingat benar, Hendry ulang tahun di akhir bulan January, aku telah merencanakan kejutan bersama sahabatku, Sinta Puspita Sari. Namun kegembiraanku menyambut ulang tahunnya dihancurkan oleh kesalahan bodohku sendiri. Aku melewatkan tanggal 30 Januari karena saai itu akan ada pelajaran Bahasa Inggris yang gurunya sanangat KILLER. Aku lupa menyiapkan segalanya dan aku mengucapkan ulang tahun jam 12 malam pada tanggal 30 menjelang 31, yaa, aku telat satu hari. Tapi sepulang sekolah aku dibantu Sinta membeli roti tart dengan lilin angka satu yang menandakan Happy Anniversary kami yang ke satu bulan. Dengan gigih hati aku mengahampiri Hendry di SMK 3 Yogyakarta, tempatnya bersekolah. Saat itu dia belum keluar sekolah, aku menunggu di depan PDAM dengan sebuat tart di tangan kiriku dan sebuah korek di tangan kananku, aku berusaha sekuat tenaga untuk menyalakan korek itu, tapi angin di sana begitu kencang hingga nyala apinya akan selalu padam ketika telah berhasil kunyalakan. Aku tidak menyerah sekalipun saat itu jempolku telah lecet karena terlalu keras bergesekan, kutahan sakitnya hingga Fajar datang dan membantuku menyalakan lilin. Aku dan Fajar membawa roti itu kepada Hendry, tapi sayang, ketika tepat di hadapannya, saat itu selesailah kulantunkan lagu selamat ulang tahun untukknya, aku memintanya untuk meniup lilinnya dan make a wish sebelumnya. Yang sangat tak aku duga adalah, Hendry memakiku sangat kejam akrena dianggapnya aku lupa hari ulang tahunnya. Aku meminta maaf berkali-kali tapi Hendry tidak mau meniup lilin itu pertanda marah. Tuhan, sakit sekali hatiku saat itu, bahkan lebih sakit dari lecetnya jempolku saat itu. Hendry akhirnya meniup lilin itu ketika Fajar menyuruhnya. Hendry masih saja bersikap cuek terhadapku sepanjang waktu berlalu di depan PDAM saat itu. Kuakui, saat itu memang salahku, tapi tidakah dia mendengar maafku dan melihat usahaku untuk membawa roti itu jauh-jauh ke sekolahnya. Yaa, dia tak punya hatikah?
Kesabaranku habis saat itu, aku memutuskan untuk pulang, awalnya Hendry mencegahku, tapi sayang dia membentakku lagi dan lagi, air mataku membendung di pelupukku, aku tak kuasa lalu aku pergi, aku pulang dengan dada yang begitu sesak. Lagi-lagi aku menangis karena bentakannya. Sungguh menyedihkan aku ini sebagai seorang gadis.
Sampai di rumah, kakakku terheran-heran melihatku menangis sesenggukan, aku melepon Hendry dan meminta putus, tanpa beban dia bilang bahwa apa yang dilakukannya tadi adalah bercanda. Aku tambah kalap saat itu, aku memutuskan hubungan kami saat Anniversary yang pertama.
Hendry masih merajuk pada hari-hari selanjutnya, sakit hatiku memang masih begitu besar padanya, tapi rasa sayangku padanya juga tak kalah besar saat itu. Berkali-kali dia memintaku untuk merajut lagi hubungan kami, namun aku selalu menolaknya dan berkata padanya untuk berubah dulu, aku akan menunggunya hingga berubah, hingga dia menadi lebih baik dan lebih memahami bagaimana cara bersikap yang lebih sopan. Satu hal yang lebih penting juga untuknya, agar dapat melupakan mantan kekasihnya di masa SMP, Putri namanya, yang pernah menjalin hubungan selama tiga tahun dan selalu menjadi objek tunggal dalam status Facebook Hendry. Hello? Siapa sih pacar yang nggak cemburu tiap kali melihat status Facebook pacarnya yang menye-menye dan ditujukan untuk mantannya. Hei Boy, itu menyakitkan sekali.
Aku sempat juga jalan ke pantai bersama Hendry, Pantai Parangtritis, saat itu hari Sabtu, aku masih ingat benar. Sekalipun akmi telah putus, kami masih sering berSMSan ria dan memanggil dengan sebutan sayang.
Tanggal 4 April Hendry mengajakku berbalikan lagi, asal tahu saja, saat itu aku hendak menyaguhi permintaan balikannya pada tanggal 11 April, simple saja alasannya, agar hari jadian kami ada pada angka 11.04.11. Tapi jawabanku itu tersekat begitu saja di tenggorokan ketika kudapati status di Facebooknya menjadi berpacaran dengan seorang cewek, namanya Tata, anak SMK 3 Yogyakarta jurusan Multimedia, kelas 12, yaa, dia kakak kelas Hendry.
Tuhan, sakit sekali saat itu, ketika aku telah menyusun berbagai rasa bahagia bersama Hendry, tiba-tiba kusadari satu hal bahwa aku telah kehilangan dia. Saat itu aku menangis di depan Sinta, tanpa kusengaja air mata itu luruh begitu saja dari mataku. Gambaran atas sakit di hatiku yang maha besarnya.
Beberapa hari setelah itu aku berniat untuk mengikhlaskan Hendry, berharap agar Tata bisa mengubahnya menjadi lebih baik, aku akan bahagia melihatnya. Tapi sakit hatiku justru bertabah besar ketika Tata mengibarkan bendera perang terhadapku, tanpa aku mengenalnya, tanpa aku tahu siapa dia sebenarnya, dia berani memaki-maki aku di Facebook. Dia bilang aku merebut HTSnya juga mengusik Hendry. Sungguh sakit sekali, apa salahku terhadap cewek berparas cantik itu, bahkan aku sudah tak mengirimi Hendry SMS lagi kecuali ucapan selamat. Bagaimana bisa aku dianggap mengusik.
Kebetulan saat itu aku memiliki teman baik yang selalu membuatku tertawa ketika aku dirundung masalah. Namanya Feri Ardianto, anak SMK 3 Yogyakarta juga, kelas 12. Malam itu aku bertanya pada Feri apakah dia mengenal Tata, dia bilang yaa mengenal, lalu aku bercerita banyak terhadapnya, tentang apa yang terjadi antara aku dan Tata. Lalu aku dikejutkan oleh pernyataan Feri bahwa Tata adalah HTSnya dulu. Dan yang dimaksud Tata HTSnya adalah Feri. Akulah yang dianggap merebut Feri darinya. Oh Tuhan, aku sangat terkejut saat itu. Aku merasa begitu bersalah pada Tata. Aku sama sekali tak mengetahui bahwa Feri adalah HTSan dia dulu, aku juga tak tahu bahwa Feri meninggalakan Tata karena aku. Aku sungguh tak mengetahuinya sebelum Feri memberitahuku. Aku berani bersumpah ! Feri menceritakan banyak hal tentang keburukan Tata dan usaha Feri untuk menyenangkan Tata tanpa rasa sayang, itu yang Feri bilang terhadapku. Dia memintaku untuk selalu bersabar dengan sikap-sikap Tata. Lambat laun aku bisa mengabaikan Tata. Aku juga tak lupa meminta maaf kepada Feri atas segala hal yang terjadi. Aku menarik hatiku untuk tidak menyukai Feri. Aku juga berjanji pada diriku sendiri untuk tak lagi mengusik Feri, Tata, ataupun Hendry.
Aku menjadi begitu membenci Hendry, entah kenapa, mungkin kecewa ku terhadapnya juga masalah yang sempat membuatku drop. Saat itu aku memilih untuk terus berdoa kepada Tuhan, meminta keadilan yang hakiki atas apa yang telah mereka lakukan kepadaku. Aku bertekad untuk terus memohon kepada Tuhan hingga Hendry meminta maaf padaku.
Suatu hari aku membuat status di Facebook, bahwa ‘aku akan terus meminta keadilan kepada Tuhan dantak akan merestui hubungan mereka hingga dia meminta maaf padaku’, mungkin Hendry membacanya. Pada suatu sore tak lama setelah aku memasang status itu, Hendry mengirimiku SMS, merayu dan mengajakku bercanda. Jujur, aku tak bisa berlemah-lembut padanya, sakit hatiku lah yang membuatku berlaku demikian. Dia memintaku untuk tidak menceritakan pada Tata bahwa dia mengirimiku SMS. Aku mengiyakannya saja, karena aku tak mau tahu tentang hubungan mereka saat itu. Aku juga sempat mengingatkannya untuk tak membuat Tata marah karena Hendry berlaku demikian padaku, tapi dia mengabaikannya. But actually, whatever He do, that’s not my bussines. Hendry lalu meminta maaf padaku, aku menyadari alibi Hendry yang meminta maaf padaku mungkin hanya untuk meminta resru terhadapku, aku bilang padanya bahwa kalu apa yang dimau Hendry adalah restu, aku akan memberikannya. Aku juga berbicara beberapa hal padanya, aku berkata padanya bahwa ‘salah ketika dulu aku menganggapmu ada rasa lebih terhadapku’, tapi Hendry justru mengakui bahwa dia ada rasa lebih terhadapku, dia berkata bahwa dia juga bingung dengan apa yang dia jalani saat ini. Tapi aku tak mau ambil pusing untuk bersakit hati ria karenanya untuk kesekian kali.
Aku hanya ingin membagi satu kisahku, agar kamu yang mebacanya dapat mengerti. Bahwa ketika kita mengalah untuk orang-orang yang kita sayangi, seperti yang kulakukan terhadap mereka, bukan berarti kita telah kalah dalam permainan yang diujikan Tuhan kepada kita. Kita hanya perlu bersabar dan bersabar. Kita hanya perlu bersyukur karena telah diberi hal-hal indah untuk dikenang dan hal-hal buruk untuk menjadi pondasi kita menuju masa depan yang berat. Ketika kita ikhlas untuk melakukannya, aku yakin Tuhan Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Untuk Hendry : Terimakasih atas apapun yang telah kamu berikan ataupun lakukan untukku. Terimakasih untuk segala waktu yang telah kamu luangkan untukku. Terimakasih karena telah mengantarku hingga gang rumahku sekalipun jauh, sekalipun dingin. Terimakasih untuk yang terjadi di Paris, kuharap hanya aku, kamu, dan Tuhan yang tahu. Terimakasih untuk pelajaran yang dengan gigih kamu tanamkan untukku, menyayangi apa adanya, menyayangi tanpa balasan, dan menyayangi tanpa harus memiliki seutuhnya.
Untuk Tata : Aku tak pernah mengenalmu, begitupun kamu, kamu sama sekali tak mengenalku. Kuharap kamu dapat lebih menjaga bibir dan lidahmu untuk berbicara layaknya perempuan anggun yang memiliki tata aturan. Aku yakin kamu adalah cewek baik yang bisa mengubah Hendry. Jaga dia bila kamu benar-benar menyayanginya. Oh satu lagi, aku minta maaf tentang Feri, aku tak berniat seperti itu. Juga terimakasihku karena kamu membuatku untuk belajar bersabar.
Untuk Feri : Terimakasih untuk tawa di tiap detik kulewati bersamamu. Terimakasih untuk pelukan hangat yang penuh damai saat itu. Terimakasih untuk Hounted House Festival malam itu. Aku tak akan pernah melupakannya. Maaf telah merepotkanmu dan menyeretmu ka dalam masalahku. Aku minta maaf ya Bawel.Maaf karena aku menyayangimu ...
Tata dan Hendry
Thanks for the lessons all you gave to me.
Make me strong, make me better and mature, of course.
We are to young to think about love, but we are in the way practicing everything about heart, soul, desire, and something goodness.
Don’t worry thinking about who will be beside us, God knows whatever the best to hold us in this kind of hard life.
Just flow it like a water, learn from everything being happened, someday, God will brings us to everlasting happiness.
Trust me ..
Yogyakarta, May 14th 2011
Anjani Siswosoegitha