Rabu, 29 Juni 2011

KEMBALI


                Kejujuran, satu kata yang membuat aku bergerak untuk menuliskan segalanya, menumpahkan apapun yang telah terpendam begitu lama di sini.
                Rabu, 29 Juni 2011, tepat jam 9:30. Mungkin ini akan menjadi pertama kalinya aku mampu menuliskan ini, terlebih mengakuinya. Aku begitu lelah bersembunyi dibalik ketegaranku, aku lelah mencari perlindungan untuk diriku sendiri, agar tak seorangpun dapat membaca apa yang tersirat dalam benakku, apa yang terkubur dalam-dalam di hatiku, atau segala gerik tubuhku. Aku ingin jujur, jujur mengakui apa yang memang pernah terjadi,mengakui apa yang Tuhan takdirkan untukku, benar-benar mengakui apa yang aku sembunyikan dan apa yang tak pernah mau aku akui. Bahwa aku berbeda, aku bukan yang normal.
                Adalah benar jika beberapa waktu silam aku pernah mencoba menuliskannya, tapi pada akhirnya ketika aku membaca ulang tulisanku, hanyalah sajak-sajak buram tanpa penerangan. Tak akan ada yang mengerti dengan apa yang ku tuliskan, ku tegaskan sekali lagi, karena saat itu pun aku belum bisa mengakuinya.
                Sebelumnya hidupku baik-baik saja, bahkan aku bisa melewati segala masalah yang menghantam keluargaku, semua selesai, semua menjadi baik-baik saja, dan aku, yaa, masih tetap gadis normal lima belas tahun saat itu. Lalu sore itu tiba-tiba merusak segalanya. Aku kehilangan segalanya, aku memang telah bisa mengakuinya, tapi mungkin akan menjadi privasi ku saja.
                Masih ingat benar sore kala itu, hari Rabu di bulan November. Ketika aku mulai menyadari ada yang ganji pada diriku, ada yang hilang dari diriku, yang membuatku menyebut diriku sendiri ‘abnormal’. Aku tidak mengerti bagaimana pandangan orang terhadapnya, yang jelas takdir yang Tuhan embankan untukku itu pernah membuatku kehilangan semangat untuk melanjutkan hidupku. Aku pernah mengumbar tangis di setiap detikku, masih ingat benar ketika aku selalu duduk di lantai, bersendukul dalam lututku di pojok tempat tidurku, terisak-isak menangis tanpa henti. Lalu tiap malam aku bisa menghabiskan waktuku untuk sekedar diam, mengingat segala bahagia yang sebentar lagi akan hilang, dan ketika aku mengingatnya aku akan kembali menangis hingga lelah dan tertidur. Saat itu hari libur panjang, pernah di suatu sore aku pergi ke rumah Deta, sahabatku, mencobameluapkan segalanya kepada dia, berharap dia tak akan meninggalkanku dan bisa menerimaku, tapi nihil hasilnya. Ternyata sekaalipun di dalam begitu perih, egoku mengalahkan segalanya, egoku untuk egois pada diriku sendiri, untuk tidak bercerita, untuk tidak kehilangan. Aku takut mengakuinya, aku terlalu takut hingga aku tak berani berkata apapun. Aku menghabiskan hariku untuk merutuki takdir Tuhan, aku menyalahkan Tuhan dan melanggar prinsipku sendiri. Aku kehilangan gairahku untuk melakukan aktifitas, aku bahkan tak makan selama lebih dari satu minggu, aku bahkan tak merasa lapar karena sakit hatiku mengalahkan segala rasa laparku. Menjadi kurus, menjadi pucat, menjadi sembab, menjadi lupa pada diriku sendiri, adalah sesuatu yang saat itu selalu setia mendampingiku, pernah juga suatu waktu kakakku memergokiku menangis di kamar, aku menangis sangat hebat saat itu hingga bisa kulihat sekali kakakku menjadi bingung atas apa yang harus dia lakukan, tapi aku memilih diam, dan seperti biasanya dia menganggapku sedang patah hati karena cowok, yaa, sekalipun aku tak mengiyakannya, aku membiarkan kakakku berimajinasi dengan hipotesisnya.
                Suatu waktu karena penat yang begitu menumpuk, aku mencoba untuk bunuh diri, yaa, aku pernah berniat mencoba bunuh diri, hal yang dianggap oleh sebagian orang waras adalah hal yang gila, tapi aku telah menyiapkan puluhan butir antalgin yang siap kuminum sebelum tidur. Tapi niatku itu urung ketika kudapati sebuah sms dari seseorang di masa lalu, aku pernah sangat menyukainya sekalipun tidak menyayanginya. Dari semua orang yang bertanya ada apa dengan keadaanku, hanya dia yang mampu menebak apa yang telah terjadi padaku, aku tak mengiyakan tebakannya, namun kurasa tanpa aku jawab pun dia telah mengerti. Dia bicara banyak padaku, memberiku motivasi sekalipun aku tak lagi punya harapan, lalu aku menyalakan desktop ku saat itu, berniat menuliskan segalanya, namun tak ada satu kata pun yang mampu untuk aku ketikkan, semua terhenti di pergelangan tanganku. Lalu satu per satu kubuka foto-fotoku bersama keluargaku, sahabatku, dan semua orang yang kucintai sepenuh hatiku, dulu ataupun saat itu dan saat ini. Ada tawa di sana, berbagai memori indah berkelebat hebat di benakku, dan aku menyadari satu hal, aku tak ingin kehilangan.
                Aku berhasil menutupi segalanya, mengompres mataku sebelum tidur, mengumbar tawa dan berlaga seolah semuanya seperti biasanya. Sekalipun aku tak mau mengakuinya, kata ‘abnormal’ selalu tercap di balik pikiranku. Aku berhasil menjalani hari-hariku lagi, terkadang masih terbesit untuk mengakhiri hidup ketika aku mengingatnya, tapi merekalah, orang-orang yang kusayangi yang berhasil membuatku mengurungkan niat burukku itu.
                Malam tahun baru, 31 Desember 2010. Dia yang sempat sedikit menolongku saat itu memaksa untuk datang ke rumah. Tapi aku sedang on the way untuk pergi berasama sepupuku, berniat untuk melupakan segalanya dan bersenang-senang. Tapi dia memintaku untuk bertemu di jalan saja dan aku menyaguhinya. Lama aku tak melihatnya, lalu tiba-tiba dia ada di hadapanku, mengungkapkan penyesalan atas apa yang terjadi kepadaku, lalu aku juga masih ingat benar kata-katanya saat itu yang membuatku merasa sedikit berharga, membuatku terhentak bahwa aku tak sendirian. Tanpa dia sadari, dia menyelamatkan hidupku. Dan mungkin tanpa aku sadari, aku mulai nyaman melihat dia.
                Sore itu aku memiliki seorang kekasih baru, tapi aku tak pernah bercerita apapun tentang hidupku kepadanya, yang dia tahu ya aku, aku yang baik-baik saja. Aku pernah berharap kepadanya, mungkin dialah yang bisa membuatku lebih bersemangat untuk hidup, walaupun kenyataannya berbanding terbalik, dia justru menambah pelik dalam hidupku. Yaa, dia adalah mantan yang mungkin pernah kuceritakan sebelumnya, Hendry namanya.
                Sejak tahun baru itu dan sekalipun aku memiliki kekasih, aku tak bisa memungkiri diriku sendiri yang masih bergantung kepada dia yang pernah menyelamatkanku. Juga tak bisa aku pungkiri bahwa aku juga pernah putus asa lagi karena dia yang tiba-tiba tidakmenghubungiku sama sekali, aku pernah begitu menyesal mempercainya mengetahui ke’abnormal’anku, aku menjadi tambah terpuruk karena meyakini dia akan ada ketika aku membutuhkannya. Ketidakberdayaanku makin besar, pesimistisku juga kian mega, aku menjadi begitu terpuruk, lagi.
                Lalu aku mencoba bangkit sendiri, mencoba melupakan seolah-olah tidak ada yang salah dengan diriku, butuh waktu lama memang untuk mengobati perihnya yang sampai saat ini masih membuatku begitu terpuruk ketika mengingatnya. Tapi aku bisa, yaa aku bisa melewatinya dan menjalin persahabatan dengan masalah baru. Ada satu hikmah yang bisa kuambil, karena semua masalah yang kuanggap berat tak akan lebih berat dari masalah ini, jadi aku tidak begitu sulit melewatinya.
                Aku paling takut dengan rasa kecewa dan sakit hati, karena pada kenyataannya rasa-rasa itulah yang pernah membuatku begitu lemah, membuatku begitu tak berarti dan ‘abnormal’. Tapi aku mendapat kecewa-kecewa yang sangat menghantuiku dan membuatku tersungkur kembali akhir-akhir bulan ini, tahu apa dampaknya, aku kehilangan lagi semangatku.
                Hari ini dan mulai detik ini, aku berjanji untuk tetap melanjutkan hidupku denga ke’abnormal’anku, aku tak akan memberitahu siapapun atasnya, tapi aku membiaran mereka berhipotesis dengan praduganya. Aku tak akan lagi mengharapkan dia si penyelamat hidupku untuk datang kepadaku dan mengatakn semua akan baik-baik saja, aku sudah cukup berbalas budi untuknya atas segala hal yang telah aku korbankan untuk dia, sekalipun itu tak akan menebus balas budinya,kurasa itu sudah lebih darii cukup. Aku tak akan lagi berputus asa dengan segala hal yang melintang, aku akan menjalani semuanya dengan bravo ku dan melakukan yang terbaik, tanpa memikirkan apa yang Tuhan berikan untukku atau seberapa panjang lagi aku bisa bertahan untuk hidup, aku yakin aku bisa melakukan yang terbaik, mengumbar senyum dan membuat mereka yang berada di dekatku merasa bangga pernah mengenalku. Aku tak akan lagi mengulang dosaku yang pernah marah kepada Tuhan, aku akan begitu taat menanamkan iman di ringga dadaku.
                Aku sadar benar suatu saat orang-orang terdekatku ‘mungkin’ akan tahu, dan kurasa aku telah siap untuk menerimanya untuk saat itu. Aku tak ingin lagi sibuk memikirkan segala hal yang ada pada diriku, aku ingin tetap bahagia dan berkarya dengan segala keterbatasanku. Aku yakin bahkan sangat yakin akan bisa, dan aku berjanji untuk berusaha semampuku dan mengerahkan skill terbaikku untuk melakukannya. Aku yakin aku dapat mewujudkannya ..

Ya Alloh, ampuni hambaMu yang senantiasa berbuat dosa ini, izinkan hamba untuk kembali kepadaMu, izinkan hamba untuk meluruskan jalan hamba yang sempat berbelok, izinkan hamba membuat mereka semua yang hamba sayangi terlebih Engkau untuk bangga pada hamba, hamba malu Tuhan atas apa yang pernah hamba lakukan, atas segala keputusasaan hamba, jadi Ya Robbi, izinkan hamba untuk menjadikan segalanya lebih baik, hamba sadar apapun usaha hamba tiadalah berarti tanpa ridhoMu Ya Alloh, ridhoi hamba Ya Gusti Maha Agung, Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar